18 Februari 2009

Bahan Sosialisasi

Masalah Penyalahgunaan Narkoba dan prinsip-prinsip penanggulangannya

H. Heru Effendi, dr. Sp.KJ
( Psikiater RS Jiwa & Ketergantungan Obat Daerah Bengkulu)

Pendahuluan
Penyalahgunaan narkotik dan bahan adiktif lainnya ( narkoba, naza, napza, zat psikoaktif dll), terus dan tetap menjadi masalah kesehatan yang perlu diperhatikan sampai saat ini. Sejak tahun 1969 diawali oleh seorang remaja yang dirawat disalah satu fasilitas psikiatrik di Jakarta, jumlah penderita terus bertambah nyaris tidak terkendali, baik diantara para remaja maupun dewasa muda. Tingginya angka kekambuhan serta luasnya dampak terhadap penderita dan lingkungan (kesehatan, sosio-legal), menyebabkan perlunya upaya multi dan inter disipliner yang sungguh sungguh untuk mengatasi masalah ini.

Prevalensi pengguna narkoba pada 5 tahun terakhir ini dikota-kota besar di Indonesia, pengguna terbanyak usia 16 sampai 23 tahun, jenis kelamin laki terbanyak, pengguna narkoba multidrug dengan urutan pakai putaw-canabis-amphetamin-benzidiazepin, pendidikan SD -Sarjana dan hampir semua profesi.

Ketergantungan Narkoba merupakan masalah yang kompleks, ditandai oleh dorongan pengguna yang tidak terkendali untuk terus menggunakan zat tersebut (craving), walaupun mengalami dampak yang negative dan menimbulkan gangguan fungsi sehari-hari baik di rumah, sekolah maupun di masyarakat. Ketergantungan narkoba merupakan gangguan menahun (kronis) dan sering kambuh (relaps). Keadaan ini kurang disadarai banyak pihak, baik dikter maupun penderta dan masyarakat umum.

Permasalahan pemakai narkoba ini memerlukan penanganan terpadu dari masalah treatment dan Rehablitasi, Resiko komplikasi dan efek samping terhadap fisik dan jiwa tergantung dari jenis zat yang dipakai, cara pemakaian dan dosis. Yang menarik dan perlu perhatian bahwa kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap ke RS. Jwa & KO Daerah Bengkulu sebagaian besar primernya mengalami gangguan jiwa yaitu 70 % gangguan jiwa non Psikotik, 10 % gangguan jiwa Psikotik dan 20 % ikut-ikut/lingkungan. Menurut data dari WHO bahwa jumlah pemakai narkoba dengan 1 juta orang, sekitar 60 % menggunakan jarum suntik dan diantara nya tersebut 70 % meggunakan jarum suntik bergantian dan 15 % terinveksi HIV. Fakta lain yang mengejut sebagian besar pengguna narkoba IDU adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok produktif. Penggunaan jarum suntik bersama beresiko tinggi tertular HIV dan Hepatitis C, selain itu bahwa penggunakan narkoba sering melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan yang makin memudahkan penularan HIV dan Hepatitis C.

Terapi yang efektif adalah memperhatikan semua kebutuhan yang spesifik pada seorang individu ( termasuk kondisi fisik, mental, social, budaya, spiritual dan agama). Ketergantungan Narkoba mempengaruhi begitu banyak asfek kehidupan penderita,, sehingga terapinya tidak pernah sederhana. Pemulihannya bukan semata-mata menyangkut segi fisik (medik) semata, tapi juga psikologik, social budaya dan spiritual. Pada umumnya penanggulangan fisik merupakan hal yang mudah dilakukan dalam waktu yang singkat, tapi pembinaan psikologik, social, budaya, spiritual dan agama membutuhkan usaha keras dan jangka panjang.

Istilah
Napza adalah singkatan dari Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, yang oleh masyarakat lebih popular dikenal dengan istilah NARKOBA

Narkotik yang sering disalah gunakan :
 Opiat : Morpin, Heroin / putaw
 Kokain :Daun koko, serbuk dan pasta kokain

Psikotropik yang sering disalah gunakan :
 Psikostimulasi : amphetamine (ekstasi), Metamfetamin (shabu)
 Sedativa-hipnotika (obat penenang dan obat tidur): Mogadon (MG), Pil BK, Pil Koplo, Lexotan(lexo), Rohypnol(rohyp)
 Halusinogen : LSD, Mushroom

Zat adiktif lainnya yang disalah gunakan :
 Alkohol : Bir, Anggur, Whisky, Vodka, Kamput dll
 Inhalasi : lem, tinner, aseton

Penyalahgunaan Narkoba adalah pola penggunaan Narkoba yang patologi sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi social.

Hambatan fungsi social dapat berupa kegagalan untuk memenuhi tugasnya sehari-hari baik di lingkungan keluarga ataupun teman-temannya akibat perilaku dan ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar. Dapat pula membawa akibat hokum karena tindakan criminal.

Ketergantungan Narkoba adalah suatu bentuk penyalahgunaan Narkoba yang berat sehingga terdapat toleransi dan sindroma putus zat

Toleransi : berarti dibutuhkan penambahan jumlah Zat secara terus menerus agar didapatkan efek yang diinginkan, Bila digunakan jumlah yang sama maka efek yang diinginkan tidak tercapai.

Putus Zat (sakaw)/Withdrawal syndrome: sekumpulan gejala yang timbul menyusul pengurangan atau penghentian penggunaan Narkoba pada orang yang sudah ketergantungan.
“NARKOBA adalah zat yan bekerja pada otak sehingga dapat menimbulkan perubahan pikiran perasaan dan tingkah laku.”

Secara umum tahap keterlibatan seseorang pada penyalahgunaan narkoba dapat dibagai sebagai berikut :
1. Kontak Pertama
Bisa terjadi pada tiap usia, ketika berkumpul dengan teman-teman, salah seorang mengeluarkan zat psikoaktif dan yang lain terdorong untuk mencoba, mungkin sekedar ingin tahu atau ingin juga memperlihatkan kehebatannya. Kebanyakan biasanya tidak akan melanjutkan pengalaman pertama ini.
2. Eksperimental
Setelah kontak pertama, beberapa mungkin melanjutkan proses ekspierimental dengan zat zat lain dan cara cara yang lebih canggih. Sebagian besar setelah “tahu” juga akan berhenti pada tahap ini.
3. Rekreasional
Zat psikoaktif hanya digunakan pada kesempatan tertentu saja, saat berkumpul dengan teman-teman. Pemkaian masih terkendali, penguna belum memperlihatkan perubahan yang mendasar, umumnya masih bias sekolah atau bekerja seperti biasa dan sebagian tidak akan meningkat ketahap berikut.
4. Situasional
Zat psikoaktif mulai digunakan untuk mengatasi ketegangan psikis, rasa sedih dan kekecewaan. Pada tahap ini frekuensi, jenis zat dan dosis yang digunakan mulai meningkat. biasanya belum ada ketergantungan fisik tetapi ketergantungan psikis sudah mulai terjadi. Sebagian pengguna tahap ini bias berlanjut ketahap berikutnya
5. Intensif / Penyalahgunaan / dependensi
Pemakaian zat psikoaktif lebih regular dan dinikmati, untuk mengatasi frustasi dan rasa kecewa. Terjadi peningkatan dosis untuk mendapatkan efek semula (toleransi). Penghentian menimbulkan rasa tidak enak dan gejala putus zat
6. Kompulsif / Ketergantungan / adiksi
Merupakan bentuk ekstrim dari dependensi. Upaya mendapatkan zat psikoaktif dan menggunakannya secara regular menjadi prioritas utama dalam kehidupan. Pemakaian tidak lagi terkendali, zat psikoaktif harus terus digunakan untuk menghindari gejala-gejala putus zat.







Etiologi

Hal yang menyebabkan seseorang terjerumus ke penyalahgunaan narkoba sebenarnya merupakan akibat inetraksi antara 3 faktor utama yaitu :
 Zat psikoaktifnya sendiri,
 Individunya
 Lingkungan

I. Zat psikoaktif

Zat psikoaktif yang pemakainya menimbulkan efek tertentu sesuai yang diinginkan oleh pengguna (drug-effect motive) adalah zat yang punya potensi untuk disalah gunakan. Efek semacam ini sejalan dengan dan merangsang keinginan pengguna untuk mencari dan menikmati sensasi sensasi baru. Zat psikoaktif itu sendiri merupakan suatu Powerful reinforcer, terlepas dari ada tidaknya fenomena ketergantungan fisik.

II. Individunya
Latar belakang biologi dan psikologi yang berbeda-berbeda, menyebabkan kemungkinan setiap seseorang untuk menjadi penyalahguna narkoba, tidak sama. Gangguan kepribadian, depresi, retardasi mental, merupakan beberapa masalah kesehatan jiwa yang bisa cenderungan seseorang untuk menggunakan zat psikoaktif.
1. Biologi
Kepekaan tiap orang terhadap zat psikoaktif berbeda-beda, diduga dipengaruhi oleh factor-faktor konstitusional dan genetic. Pendekatan biologic makin berkembang sejak ditemukannya reseptor opiate dalam tubuh manusia (terutama di otak) dan opiate endogen (endorphin, ekafilin), lalu disusul penemuan reseptor benzodiazepin. Pemakaian opiat eksogen menyebabkan overload di reseptor-reseptor opiat, sehingga produksi opiat endogen terhenti. Bila pasokan opiat eksogen di hentikan tiba-tiba, reseptor akan kekurangan opiat dan terjadilah gejala-gejala putus zat. Putus zat bisa juga disebabkan karena pemakaian opiat akan menyebabkan perubahan keseimbangan antara endorfin dengan antagonist like factor (ALF), suatu zat penetralisir opiat yang ada di dalam tubauh manusia. Bila pemasukan opiat eksogen di hentikan tiba-tiba, ALF menjadi terlalu dominan, sehingga timbul gejala putus zat. Sedangkan toleransi opiat di duga berhubungan dengan penambahan jumlah reseptor opiat sebagai bentuk adaptasi tubuh terhadap pemakaian opiat berulang kali. Dengan bertambahnya reseptor, maka efek opiat pada dosis yang tetap, akan menurun. Pemakaian alcohol dapat meningkatkan aktifitas opioid plasma, sehingga dianggap hal ini yang menyebabkan banyak mantan pengguna opiat beralih menjadi peminum alcohol. Alkoholisme diduga berkaitan dengan defisiensi reseptor ansiolitik, yang mendorong seseorang untuk mengkonsumsi alcohol guna mengatasi rasa cemas dan ketegangan. Pada pemakaian berlebihan, ternyata jumlah reseptor ansiolitik makin berkurang dan hal ini akan makin mendorong peningkatan konsumsim alcohol.

2. Psikologi
Pengguna zat psikoaktif sebagaian besar dimulai pada masa remaja, individu mulai melepaskan ikatan emosional dengan bantuan orang-tuanya dalam rangka membentuk identitas diri. Disisi lain secara financial ia masih bergantung pada orang-tuanya. Demikian pula bila menghadapi kesulitan Ia masih membutuhkan bantuan orang tuanya.
Selain itu penggunaan pada masa remaja bisa merupakan bagian dari proses interaksi social, manesfestasi penentangan terhadap otoritas serta bagian dari eksplorasi dunia luar dan petualangan.
Perhatian terhadap kaitan pengguna zat psikoaktif dengan masalah hidup sehari-hari menimbulkan pemikiran, bahwa mungkin pengaruh teman hanya berperan pada awal penggunaan, tetapi yang selanjut lebih merupakan akibat kebutuhan dan stress pribadi. Kurangnya hambatan social, bila digabungkan dengan kegalauan psikis dapat mendorong seseorang untuk menggunakan zat psikoaktif. Bahkan seseorang yang kepribadiannya cukup tangguhpun dapat saja terjerumus pada penggunaan zat psikoaktif bila mengalami stress kehidupan yang luar biasa berat. 6 faktor seseorang bisa menyebabkan terlibat penggunaan zat psikoaktif Yaitu :
- Untuk menekanfrustasi dan dorongan agresif
- Tidak mampu menunda kepuasan
- Tidak ada identifikasi seksual yang adekuat
- Tidak cukup kesadaran dan upaya untuk mencapai tujuan yang bisa diterima secara social
- Menampilkan perilaku yang beresiko untuk menunjukkan kemampuan diri
- Untuk menekan rasa bosan
Gambaran umum kepribadian seorang pengguna zat psikoaktif (meskipun tidak selalu) adalah harga diri kurang, kemampuan afeksi kurang, keterikatan berlebihan pada ibu atau pengganti ibu dan hostilitas pada ayah atau figure ayah.

III. Lingkungannya (keluarga, sekolah, masyarakat)

- Keluarga
Faktor orang tua yang sering ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja jatuh menjadi korban narkoba antara lainnya :
• Orangtua yang kurang komunikatif dengan anak
• Orang terlalu oteriter atau permisif
• Orang tua menuntut berlebihan pada anak
• Disiplin orangtua tidak konsisten
• Pola asuh ayah & Ibu tidak sepaham
• Perhatian orang tua kurang karena kesibukan
• Orang tua tidak harmonis sering terjadi pertengkaran
• Norma baik kurang ditanam di keluarga
• Orang tua atau salah satu keluarganya pengguna narkoba

- Sekolah
• Sekolah kurang disiplin & tidak tertib
• Sering tidak ada pelajaran pada jam sekolah
• Pelajaran membosankan
• Guru kurang pandai mengajar
• Guru / pengurus sekolah yang kurang komunikatif dengan siswanya
• Letak sekolah didaerah peredaran narkoba
• Sekolah dengan social ekonomi tinggi menjadi sasaran peredaran Putau, ekstasi dan shabu, sedangkan sekolah social ekonomia rendah menjadi sasaran peredaran BK, Lexo dan Cimeng.

- Masyarakat
• Mudah diperolehnya narkoba
• Harga narkoba makin murah sehingga dapat terjangkau
• Kehidupan social, ekonomi, politik dan keamanan yang tidak menentu
• Terjadinya perubahan nilai dan norma dengan cepat sehingga masyarakat sulit beradaptasi
• Sikap yang permisif (serba membolehkan)
• Banyaknya pengguna atau pengedar narkoba di masyarakat



“ Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selalu menyebabkan seseorang akan menjadi penyalahguna Narkoba, akan tetapi makin banyak faktorn itu diketemukan pada seseorang, makin besar kemungkinan orang itu menjadi penyalahguna narkoba”



“ Penyalahgunaan Narkoba harus dipelajari kasus demi kasus, factor individu, factor keluarga dan factor pergaulan tidak selalu berperan sama besarnya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan Narkoba. Karena factor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup komunikatif, menjadi penyalahguna Narkoba”





Gejala – gejala

1. Ciri-ciri Pengguna
Berikut ini adalah beberapa ciri yang patut menimbulkan dugaan, bahwa ybs adalah penyalah gunaan narkoba.
• Prestasi akademi / kerja menurun, minat bergaul dan olah raga tidak ada lagi
• Disiolin dan sopan santun menurun, mengabaikan perawatan dan kerapihan diri
• Menghindar dari perhatian orang lain, menyendiri, terutama ditempat-tempat yang tidak biasa tanpa alas an yan jelas (gudang, kamar mandi, sudut sudut belakng rumah dll)
• Cepat tersinggung, mudah marah
• Suka mencuri, curang, tidak jujur (pembohong), menghindar dari tanggung jawab
• Bergaul dengan pengedar / pengguna zat psikoaktif
• Diantara milik pribadi ditemukan alat suntik, amplop berisi rajangan daun kering, bubuk putih-kekuningan, tablet / kapsul
• Lain-lain sering mengalami cedera jasmani, menderita penyakit infeksi tertentu (AIDS, Hepatitis, edokarditis dll), kejang-kejang, terutama terjadi pertama kali pada usia 10-30 tahun, gangguan paru-paru dan keadaan umum yang buruk.

2. Gejala-gejala pemakaian, putus zat dan keracunan
Tiap-tiap zat psikoaktif mempunyai gejala pemakaian, putus zat dan keracunan yang berbeda-beda. Menemukan gejala tersebut, merupakan hal yang sangat penting untuk mendeteksi seoran pengguna. Ada tiga kelompok gejala yang mungkin terlihat yaitu gejala-gejala pemakaian, putus zat dan keracunan. Penggunaan lebih dari satu macam zat dengan sendirinya bisa “mengacaukan” gejala-gejala terlihat, selain juga bisa saling menambah beratnya gejala.















Zat Gejala pemakaian Putus zat Kereacunan
Opiat
(morpin, heroin) Gembira, teleng mata kecil napas-nadi lambat, susah buang air besar, ngantuk Gelisah, mual, muntah, mata hidung berair, sendi-sendi, sakit, menggigil, teleng mata besar “goose flesh” Teleng mata kecil, ngantuk, tekanan darah turun, napas lambat, nadi cepat, pinsan, meninggal
Obat penenang
(obat tidur) Gelisah, ngamuk lalu ngantuk, malas, daya piker dan daya ingat turun, bicara-tindakan lambat Gelisah, sukar tidur, muntah, gemetar, kejang-kejang Gelisah, kendali diri turun, banyak bicara, suka bertengkar lalu bicara menjadi tidak jelas, sempoyongan, napas lambat, kesadaran turun, pingsan, meninggal
Alkohol Gembira, hambatan diri turun, muka kemerahan Gemetar, muntah, kejang-kejang, gelisah, sukar tidur, halusinasi Gelisah, tingkah laku kacau, kendali diri turun, banyak bicara, tidak jelas, ngantuk, intosikasi patologik
Ganja Gembira, “melayang”, santai, tenang, kepala berat, efisiensi intelektual dan motorik terganggu, mata merah, curiga, - Panik, ngamuk, “gila”, demam
Amphetamin Siaga percaya diri, euphoria banyak bicara, tidak mudah lelah, tak nafsu makan, berdebar-debar, nafas cepat tekanan darah naik Lesu, apatis, tidur berlebihan, depresi (mungkin sampai bunuh diri) Euforia, curiga, berdebar-debar, tekanan darah naik, perdarahan, bisa meninggal












Diagnosa
Penegakan diagnosa tidak selalu mudah, penyalahgunaan tidak bisa dipercaya (menyangkal/mengecilkan masalah), sedangkan keterangan keluarga biasanya juga tidak lengkap. Meskipun demikian, dengan catatan tentang keterbatasannya, keterangan tersebut tetap diperlukan untuk mendapatkan “gambaran kasar” riwayat penggunaan narkoba. Selanjutnya pemeriksaan fisik tentang tanda – tanda pemakaian akan memperkuat dugaan penggunaan zat psikoaktif dan diagnosa pasti adalah melalui pemeriksaan laboratorium (urine, darah) terhadap zat psikoaktif yang dicurigai.

Dampak
Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan bermacam – macam dampak jasmaniah, psikis, maupun social, bukan hanya terhadap pemakai, tetapi juga terhadap keluarga dan masyarakat umumnya. Dampak jasmaniah bisa langsung disebabkan oleh zat psikoaktif yang digunakan, bahan pencampur, atau karena cara – cara penggunaan yang tidak memperhatikan syarat – syarat kebersihan dan kesehatan (misalnya pemakaian jarum suntik bergantian dan tanpa sterilisasi yang baik). Dalam PPDGJ 3, dicantumkan 10 kondisi klinis – psikiatrik yang bisa terjadi akibat penggunaan zat psikoaktif. Masing – masing zat psikoaktif bisa menimbulkan gejala – gejala psikis yang kurang lebih spesifik, seperti sindroma amotivasi akibat pemakaian ganja, gejala –gejala paranoid yang timbul setelah pemakaian ganja atau amfetamin, fenomena flashback akibat pemakaian LSD dll. Penggunaan zat psikoaktif bisa menurunkan kualitas kemampuan akademik maupun kemampuan kerja pemakai, sementara kebutuhan financial untuk membeli zat psikoaktif makin lama makin bertambah, karena efek toleransi. Alkohol, menekan pusat pengendalian diri di otak, sehingga pemakainya menjadi lebih berani dan agresif. Hal – hal tersebut diatas bisa menyebabkan penyalah guna narkoba terlihat dalam bermacam – macam masalah social dan pelanggaran hokum. Tanpa kendati diri yang baik, penyalahguna akan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya akan zat psikoaktif.

Prinsip Penanggulangan
A. Cara Pendekatan
Penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu adanya suplai dan kebutuhan terhadap zat adiktif tersebut, yaitu mengurangi suplai dan menekan kebutuhan melalui pengobatan terhadap mereka yang sudah terlibat dalam penyalahgunaan / mengalami ketergantungan terhadap bahan – bahan tersebut.
Pada pelaksanaannya penanggulangan berdasarkan pada pendekatan berimbang antara pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan. Pendekatan keamanan menekankan pada pengendalian suplai dan peredaran narkoba, menyangkut penegakan hokum dan ketertiban,. Pendekaytan kesejahteraan pada penekanan kebutuhan dan penanganan para penyalahgunaan dan mereka mengalami ketergantungan (aspek kesehatan, kemanusiaan dan kesejahteraan sosial).
B. Landasan Hukum.
Ketentuan hokum tentang zat psikoaktif, di negara kita saat ini diatur oleh UU no 5 tahun 1997 tentang spikotropika dan UU no 22 tahun 1997 tentang narkotika. Meskipun cukup komprehensif, kekurangan undang – undang tersebut diatas, adalah belum mencakup semua zat psikoaktif seperti yang tercantum dalam PPDGJ 3.

C. Langkah – langkah
Penanggulangan masalah narkoba pada dasarnya terdiri dari upaya preventif-represif untuk mengurangi – mengendalikan suplai dan peredaran narkoba, upaya promotif preventif-edukatif untuk mengurangi kebutuhan serta upaya kuratif –rehabilitatif untuk menangani para penyalahguna.

1. Upaya prventif represif
Meliputi tindakan pengaturan, pengawasan, penyidikan serta penindakan, khususnya terhadap mereka yang terlibat dalam suplai dan peredaran gelap narkoba.
2. Upaya Promotif-preventif-edukatif
Bertujuan untuk meningkatkan daya tangkal mereka yang tergolong populasi dengan resiko kecil dan mengurangi mereka yang tergolong populasi rawan / resiko tinggi (potensial user) melalui misalnya pemantapan kepribadian, serta pengurangan pengaruh – pengaruh negatif dari lingkungan. Mengenali mereka yang tergolong populasi resiko tinggi serta segi – segi negatif dari lingkungan merupakan hal yang penting dilakukan. Dalam pelaksanaan upaya promotif, preventif-edukatif ini peranan teman sebaya (remaja) bisa sangat berarti (disamping upaya oleh keluarga guru dan tenaga ahli lainnya).
Penyembuhan pengguna zat psikoaktif sangat sulit, sehingga upaya pencegahan menjadi sangat penting. Sasarannya adalah unsur zat psikoaktif/narkoba itu sendiri, pemakai dan lingkungan, dengan mempengaruhi faktor – faktor penyebab, pendorong dan peluang bagi penggunaan zat psikoaktif, sehingga timbul kesadaran, kewaspadaan dan daya tangkal pada para remaja umumnya, khususnya para “calon penyalahguna”.
Beberapa bentuk upaya preventif, adalah :
• Pemberian informasi yang benar dan objektif secara hati – hati, tanpa menakut – naskuti dan tidak merangsang penerima informasi untuk justru mencoba zat psikoaktif.
• Program teman sebaya, untuk melatih kemampuan menolak ajakan penggunaan zat psikoaktif (Just say no).
• Program pilihan lain, yaitu menawarkan bermacam – macam program kegiatan remaja sebagai alternatif yang sehat bagi penggunaan zat psikoaktif dll.


A. Peran teman sebaya dan program pilihan lain.
Penyalahgunaan narkoba oleh seorang remaja bisa bermula atau berkaiatan dengan kegiatan rekreasi dan sosialisasi dan sangat dipengaruhi oleh identitas dan solidaritas kelompok (teman sebaya). Penyalahgunaan tersebut oleh para remaja sering dianggap sebagai suatu “pernyataan kedewasaan” atau sebagai “cirri kehidupan (orang) modern (mode)”. Pengaruh dan ikatan yang kuat dengan teman sebaya, menyebabkan kesulitan bagi seorang remaja untuk tidak ikut melakukan apa yang dilakukan oleh teman – temannya. Tidak ikut serta, menyebabkan ia mungkin tidak diterima oleh teman – temannya, disisihkan dalam hal penyalahgunaan narkoba, mungkin dianggap “ketinggalan zaman”. Pengasingan dan penilaian yang menjatuhkan “harga diri” ini merupakan suatu resiko yang tidak semua remaja mau dan sanggup menghadapinya.
Berdasarkan identitas dan solidaritas kelompok, hal – hal yang baik dan positif bisa juga menyebar dikalangan remaja. Dalam hal ini, apa sifat dan jenis kegiatan yang dilakukan bersama atau disebarkan diantara sesama remaja itu, sangat menentukan.
Penyalahgunaan narkoba oleh para remaja, pada dasarnya tidak terlepas dari adanya beberapa ciri (minat) tertentu pada masa remaja seperti rasa ingin tahu, ingin mencoba, ingin mencari pengalaman baru dan sebagainya. Dengan demikian, salah satu bentuk upaya pencegahan yang dapat dilakukan, adalah menyelenggarakan kegiatan – kegiatan bagi para remaja yang sifatnya positif (bermanfaat) dan memiliki cirri – cirri yang sesuai dengan minat dan kegiatan yang disukai para remaja. Masih banyak bentuk kegiatan lain yang juga dusukai remaja seperti olahraga, melakukan perjalanan (tamasya, berkemah, mendaki gunung, musik, diskusi dan seabagainya). Meningkatkan dan mengembangkan partisipasi remaja dalam kegiatan – kegiatan positif tersebut merupakan suatu cara yang cukup potensial untuk mencegah penyalahgunaan narkoba. Hal ini adalah prinsip dari apa yang disebut program pilihan lain.
Makna dari program pilihan lain adalah mengadakan, dan mengembangkan kegiatan – kegiatan bermanfaat dikalangan remaja sebagai alternative / pilihan lain dari penyalahgunaan narkoba. Kegiatan tersebut harus sesuai dengan minat dan disukai oleh remaja serta dapat menyalurkan berbagai aspikrasi dan gejolak remaja. Selanjutnya kegiatan tersebut juga harus dapat megimbangi, bahkan kalau dapat mungkin melebihi daya tarik penyalahgunaan narkoba.




B. Peranan tenaga ahli / profesional
Seseorang dokter yang memiliki bekal pengetahuan tentang masalah penyalahgunaan narkoba, bisa menolong orang tua yang mendapatkan kesulitan dari anaknya, terutama yang tergolong “potensial user” disamping juga berupaya menanggulangi anak tersebut. Dengan demikian dokter tersebut sudah membantu mencegah kemungkinan anak itu berkembang menjadi seorang “user”. Bila pada akhirnya dokter tersebut juga ternyata tidak berhasil mengatasi, barulah yang bersangkutan dianjurkan untuk konsultasi pada seorang ahli yaitu seorang psikiater. Seorang psikiater dapat di jumpai diRumah Sakit Jiwa Pemerintah maupun swasta, dibagian Psikiatri RSU atau di RSKO (Rumah Sakit Ketergantuangan Obat). Dengan keahlian yang dimilikinya ia akan melanjutkan penanggulanagn tehadap anak tersebut. (dan orang tuanya).

C. Peranaan Orang Tua – Keluarga
Sikap orang tua yang bijaksana, penuh pengertian (dan perhatian) serta mau memberi kesempatan bagi komunikasi dua arah dengan anaknya akan sangat berguna bagi si anak. Dengan cara demikian orang tua akan lebih mengetahui kesulitan serta memahami masalah yang dimiliki anak. Orang tua akan ikut memikirkan dan selanjutnya dapat membantu mencarikan jalan keluarnya, sehingga anak terhindar dari kekecewaan dan kesulitan yang berlarut – larut yang dapat menyebabkan ia melarikan diri kearah penyahgunaan narkoba. Peran yang sama dapat dilakukan selain oleh kakak – kakak si anak, juga oleh anggota keluarga lain yang lebih tua. (dituakan ).

D. Peranan guru/pembimbing
Dapat terjadi seorang anak merasa lebih dekat dengan guru atau pembimbingnya dari pada dengan orang tua atau keluarganya. Sebabnya bermacam – macam, misalnya orang tua terlalu sibuk, atau karena identifikasi anak dengan guru/pembimbingnya itu.
Dalam keadaan ini maka guru/pembimbing mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengetahui masalah – masalah si anak sehingga bisa memberi pengarahan dan nasehat – nasehat yang tepat. Komunikasi yang baik dan terbuka antara orang tua dan guru/pembimbing yang akrab dengan anaknya dan kemungkinan bersama – sama mengatasi persoalan – persoalannya. Sebaiknya seorang guru/pembimbing yang mengatahui bahwa anak didik atau anak asuhannya sedang mengalami masalah – masalah tertentu sebaiknya juga menyampaikan hal tersebut pada orang tua anak yang bersangkutan.

3. Upaya kuratif – rehabilitatif
Merupakan dua upaya yang berkesinambungan untuk mengakhiri ketergantungan pada narkoba, mengatasi bermacam – macam dampak fisik, psikis dan sosial, serta mengembalikan mantan penyalahgunaaan kemasyarakat sebagai warga yang produktif, berguna dan hidup sejahtera.
Upaya kuratif, meliputi pengobatan terhadap akibat langsung penyalahguna narkoba, selain juga terhadap macam-macam komplikasi medik yang mungkin terjadi. Tindakan rehabilitasi ditujukan untuk memulihkan kondisi korban, sehingga dapat kembali lagi ke tengah masyarakat sebagai warga yang berguna.
Penanggulangan seorang penyalahguna narkoba mencakup tiga hal : Jasmani, psikologi dan social,. Pembina psikologik merupakan hal yang sangat penting. Bila ia ingin benar – benar sembuh maka ia harus bersedia dan berusaha mengembangkan ketahanan mentalnya sedemikian rupa sehingga ia sanggup menghadapi persoalan – persoalan hidupnya dan menahan godaan – godaan yang dapat menjerumuskannya kedalam penyalahgunaan narkoba lagi. Ujian pertama adalah kesediaan menjalani pengobatan dan tentunya pembinaan psikologik.
Upaya pengobatan sebenarnya juga sudah mencakup usaha rehabilitasi. Dengan demikian jelas, bahwa upaya penanggulangan tersebut tidsingkat dan memerlukan kerjasama yang luas ak akan selesai dalam waktu singkat dan memerlukan kerja sama yang luas dan erat antara keluarga penderita, kalangan medik dan para medik, psikolog, petugas social, rohaniawan serta instansi – instansi yang mengatur masalah latihan keterampilan, lapangan kerja dan sebagainya.
Tahap – tahap pengobatan dan rehabilitasi seorang penyalahguna narkoba terdiri dari :
1. Tahap inisial (awal, permulaan) : 1 – 3 hari. Memastikan adanya penyalahgunaan narkoba, derajat ketergantungannnya dan menentukan jenis – jenis bahan yang dipakai, caranya, lamanya dan bagaimana asal mulanya, pada saat ini juga dilakukan pemeriksaan jasmani, laboratorium dan psikiatrik yang teliti. Juga diteliti kemungkinan adanya masalah – masalah hokum. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, kemudian dibuatlah suatu rencana pengobatan dan rehabilitasi yang bersifat individu.
2. Tahap terapi lepas obat (detoksifikasi) dan terapi terhadap komplikasi – komplikasi medik : 1 – 3 minggu. Pada tahap ini (secara bertahap), penderita dilepaskan dari penyalahguna dan ketergantungan narkobanya; kelainan – kelainan jasmani maupun gangguan jiwa lainnya yang mungkin dialami penderita, baik yang disebabkan oleh penyalahgunaan narkoba maupun yang tidak, dioabati sebaik – baiknya.
Tahap 1 dan 2 ini dilaksanakan secara rawat – inap di sarana psikiatrik/RSKO.
3. Tahap stabilisasi / pemantapan : 3 – 9 bulan. Tujuannya adalah agar eks penyalahguna narkoba dapat mengembangkan dan memantapkan perbaikan tingkah lakunya dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
a. Pemantapan keagamaan : adalah usaha – usaha untuk untuk lebih menyadarkan seseorang tentang kedudukannya dalam alam semesta, tentang kelemahan – kelemahan manusia, lebih mengerti tentang arti/makna bagi manusia, merangsang timbulnya optimisme berdasarkan agama serta melakukan ibadah menurut agama (kepercayaan) masing – masing.
b. Pemantapan fisik : adalah usaha – usaha untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan jasmani seseorang, terapi simtomatik, fisoterapi/terapi fisik, latihan – latihan relaksasi dan latihan – latihan jasmani.
c. Pemantapan mental : adalah usaha – usaha untuk mengetahui dan mengatasi berbagai gangguan keadaan mental seseorang, psikoterapi perorangan dan kelompok, tersapi keluarga, pengobatan dengan obat psikotropika.
d. Pemantapan social : adalah uasaha untuk meningkatkan rasa tanggung jawab social pada eks-penyalahguna narkoba maupun keluarganya melalui kegiatan-kegiatan individual, kelompok, keluarga, bimbingan/penerangan pada masyarakat disekitar rumah ybs.
e. Pemantapan bidang edukasional dan cultural : adalah usaha – usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf pengetahuan umum dan keterampilan ybs, disesuaikan dengan taraf pengetahuan sebelumnya, melalui kegiatan – kegiatan individu atau kelompok, penilaian hasil – hasil sebelumnya, bimbingan khusus bagi mereka yang lambat belajarnya, bembingan khusus bagi yang ingin mempelajari terampilan tertentu serta bimbingan khusus dalam bidang kesenian.
f. Pemantapan vokasional, adalah usaha – usaha untuk mengembangkan keluwesan dan kecekatan dalam keterampilan sehari – hari, mengatur dan meyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah – ubah melalui latihan dan ujian keterampilan, penanggulangan hambatan dan rintangan yang berhubungan dengan penempatan kerja.
g. Pemantapan lain – lain : disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan.



4. Tahap persiapan kembali ke masyarakat : 3 : 12 bulan. Eks-penyalhguna dibimbing untuk kembali ke masyarakat secara langsung maupun tidak langsung (masa percobaan, program bimbingan khusus, “ night centers”, “day centers” dsd).
5. Tahap resosialisasi /kembali ke masyarakat : 3 tahun. Eks-penyalahguna harus bisa mengembangkan suatu “kehidupan yang berarti” (meaningful life) dengan memanfaatkan institusi – institusi yang ada di masyarakat seperti sekolah – sekolah, tawaran – tawaran lapangan kerja dan sebagainya.


Penutup

Penyalahgunaan narkoba tetap merupakan prioritas masalah sosial-kesehatan dan keamanan yang perlu diperhatikan mengingat dampaknya yang amat luas dan berjangka panjang.

Penyalahgunaan sering terdapat bersama-sama gangguan jiwa lain seperti Depresi, kecemasan atau gangguan kepribadian.

Penanganan korban Narkoba diperlukan tindakan multi disipliner dan multi sektoral disertai peran aktif masyarkat.

Treatment dan Rehabilitasi terpadu merupakan jawaban untuk penanggulangan penyalahgunaan narkoba,, memulihkan secara medis maupun social.

Terima Kasih





































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEKILAS PROFIL LSM INSAV BENGKULU

Foto saya
Berdiri Tahun 2005 dan Akte Notaris tanggal 07 februari 2006